Tags

, , , , ,

ep04cut-mp4_000207120

Dua minggu kemudian…

Ini adalah hari Sabtu dan Captain libur dari semua pekerjaan part time-nya. Moodnya sedang tidak bagus hari ini, karena itu, ia berusaha menghibur dirinya sendiri dengan pergi ke Yokohama, tempat yang tidak begitu jauh dari Tokyo tapi cukup bisa membuatnya lebih santai.

Siang itu, dengan menggunakan mantel dan menggendong tas ranselnya, Captain berjalan menelusuri Motomachi, sebuah distrik perbelanjaan di Yokohama yang bentuknya seperti di Eropa. Memandang toko-toko mewah di kiri dan kanan jalan tanpa ekspektasi apapun, hanya melihat dengan kagum sambil sesekali mengabadikan indahnya bangunan-bangunan toko di sana melalui kamera ponselnya.

Setelah sempat makan siang di daerah pecinan yang tak jauh dari sana, Captain melanjutkan perjalanannya menuju ke Yokohama Park, sebuah taman yang biasanya diisi oleh pasangan-pasangan untuk duduk berdua di kursi-kursi kayu yang berbaris rapi di pinggir taman, mengobrol sembari memandangi lampu-lampu indah dan laut tenang yang ada di hadapan mereka. Di tempat itu, Captain memutuskan untuk mencoba menenangkan dirinya, menahan kesedihannya akan keinginannya yang tak dapat tercapai sambil berusaha melupakannya.

Captain duduk di salah satu kursi kayu yang ada di sana lalu membuka ponselnya, ada pesan LINE dari Pineare semalam, hanya pesan singkat tapi Captain sama sekali tidak punya keberanian untuk membalasnya.

[Captain… Besok pagi aku nikah sama White, rasanya tegang banget nih… Mohon doanya supaya acaranya lancar ya…]

 

Captain lalu mematikan ponselnya dan memasukkan ke dalam saku celana, lalu mulai mencari sesuatu di tas ransel yang sejak tadi ia bawa. Sebuah buku gambar dan pensil warna, konon katanya saat ini sedang trend menggunakan itu untuk menghilangkan stress jadi Captain ingin mencobanya juga. Warna demi warna ia goreskan dibuku itu, membuat pikirannya menerawang jauh, mengingat setiap kenangan ia bersama White dan semua kebodohan yang ia lakukan karena sudah menyia-nyiakan kesempatan untuk bisa lebih dekat dengan White. Tanpa ia sadari, air matanya menetes dengan sendirinya tapi Captain tak memperdulikannya, ia terus mewarnai buku yang ada di hadapannya tanpa bermaksud untuk menghentikannya.

Captain ingat betul mengenai hari ini karena seharusnya ia berada di Bangkok untuk menghadiri acara pernikahan White dan Pineare. Tapi ia memutuskan untuk tidak datang dan hanya mengirimkan kado pernikahan untuk mereka sehingga sekarang Captain hanya bisa mencoba melarikan diri dari kenyataan dengan mematikan ponselnya. Ia tak mau hari ini rusak karena melihat foto pernikahan antara White dan Pineare yang mungkin akan dikirim Pineare ke ponselnya. Cukup Captain yang perlu mengingatkan dirinya sendiri bahwa kini sudah tidak ada lagi peluang bagi Captain untuk bisa lebih dekat dengan White, tak perlu diperjelas dengan foto yang akan membuat hatinya menjadi lebih sakit lagi, dan cukup Captain saja yang tahu bahwa saat ini ada luka yang menganga lebar di hatinya hingga rasanya ia membutuhkan banyak jahitan untuk bisa mengobati luka itu.

 

***

 

Hari sudah menjelang petang ketika Captain mulai sadar bahwa tangannya sudah lelah mewarnai bukunya, tak terasa sudah dua halaman buku mewarnai berhasil ia selesaikan. Detailnya cukup rumit dan Captain menggunakan berbagai warna, jadi bisa menyelesaikan dua halaman dalam sekali waktu, sudah merupakan suatu pencapaian.

Musim gugur membuat Jepang menjadi lebih cepat gelap, karena itu, Captain segera membereskan buku mewarnainya untuk pergi dari Yokohama Park menuju Akarenga, sebuah bangunan bersejarah berwarna merah yang kini difungsikan sebagai tempat perbelanjaan. Ada banyak restoran yang cukup menarik di sana, jadi Captain memutuskan untuk segera menyusuri gugusan lampu-lampu indah Minato Mirai untuk menuju Akarenga, sembari berlari-lari kecil menerjang angin dingin musim gugur yang menerpa tubuhnya.

Begitu masuk ke Akarenga, Captain langsung berjalan ke sebuah café berwarna hijau yang terkenal dengan matcha latte-nya dan sebagai makanan pendamping, ia memesan pumpkin cake yang merupakan cake khusus yang disediakan café itu dalam rangka musim gugur. Porsinya tidak begitu banyak tapi cukup untuk mengisi perut Captain yang keroncongan dan membuat badannya kembali hangat.

 

Selesai menyantap makanan di hadapannya, Captain kemudian menyalakan kembali ponselnya yang sudah seharian ini ia matikan. Ternyata ada sebuah pesan LINE masuk tapi kali ini bukan dari Pineare…

[Hi Capt… Apa kabar? Ini White. Paketan kadonya udah aku terima, makasih banyak ya…! Aku nggak nyangka kamu bakal kasih kado pisau dari Tsukiji Market buat pernikahanku… Ini langka banget, nggak ada di Bangkok, aku suka! Makasih banyak ya…]

[Hi, White… Sorry baru nyalain handphone jadi baru liat pesannya. Kabar gue baik. Sama-sama, gue juga nggak tau harus ngasih apa, yang kepikiran cuma itu. Hahahaha…]

Ternyata pesan Captain dibalas dengan cepat oleh White…

[Pineare juga suka sama baju yang kamu kirimin, pas banget buat dia. Makasih katanya… Hari ini dia capek banget, jadi aku yang bantu sampein…]

[Sama-sama…]

[oh iya, kamu mau liat foto pernikahan kami?]

Captain rasanya ingin menjawab tidak mau karena ia tidak ingin melihat White bersanding di pelaminan bersama dengan orang lain dan itu jelas akan membuat hatinya hancur berantakan, tapi ternyata White tidak perlu menunggu jawaban dari Captain untuk mengirim gambar yang ia tawarkan barusan.

Terlihat sangat serasi, White mengenakan jas berwarna abu-abu sedangkan Pineare mengenakan gaun berwarna putih sambil membawa sebuah buket bunga yang cantik. Keduanya terlihat sangat bahagia hingga membuat dada Captain terasa begitu sesak dan tanpa sadar air mata mengalir dengan sendirinya dari matanya.

[wah, selamat ya…]

[makasih, Capt… oh iya, maaf aku yang ajakin chat tapi aku yang minta udahan dulu. Pesawatku mau boarding]

“pesawat boarding? Mau honeymoon?” tanya Captain dalam hati.

[ok, safe flight ya kalian… Have fun!]

[makasih Capt… Sampai ketemu besok siang di Shibuya ya, pesawat kami landing di Narita besok pagi. Kalo udah sampai, aku kabari lagi. Bye!]

[SHIBUYA?! HAH?!!!!]

[White?! Kalian berdua honeymoon di Tokyo???!!]

Captain mencoba mengkonfirmasi apa yang ia baca tetapi ternyata White sudah tidak menjawab lagi, mungkin ia sudah benar-benar boarding sehingga tidak bisa menyalakan ponselnya lagi.

“dari jauh aja nggak mau lihat fotonya, ini malah merekanya mendekat. Gimana ini??” rintih Captain dalam hati sambil mengusap air mata yang jatuh di pipinya.

 

***

 

[Capt… Aku dan Pineare sudah sampai di Narita, sekarang mau ke hotel. Nanti kita ketemu di depan patung Hachiko jam 1 siang ya…]

Rasanya Captain ingin melempar ponselnya jauh-jauh ketika menerima pesan dari White. Sudah sangat lama mereka tidak pernah berkomunikasi tapi entah mengapa sekarang begitu mereka bisa berkomunikasi lagi justru pada saat keadaan sudah seperti ini. White sudah menikah dengan Pineare dan bahkan sekarang mereka bulan madu di Tokyo, kota tempat Captain berusaha melarikan diri dari kenyataan tapi White membuat Captain mau tidak mau harus menghadapi kenyataan yang ia hindari itu.

Dengan malas-malasan, Captain menyeret kakinya keluar dari apartemennya yang terletak di Ikebukuro untuk ke stasiun kereta kemudian menuju Shibuya. Jarak kedua tempat itu sebenarnya tidak terlalu jauh sehingga dalam sekejap Captain sudah turun di stasiun Shibuya dan berjalan menuju patung Hachiko yang selalu menjadi tempat pertemuan banyak orang. Tidak perlu repot mencari, Captain ternyata dapat menemukan White dan Pineare dengan mudah karena terlihat Pineare sedang asyik berpose di depan patung anjing Hachiko sementara White dengan setia memotret setiap pose Pineare.

Sedih dan kesal dengan pemandangan yang ada di hadapannya, Captain memutuskan untuk diam saja memandangi mereka tanpa menyapa. Menunggu mereka menyadari bahwa Captain sudah berdiri tak jauh dari mereka sembari memperhatikan White yang tampak jauh lebih tampan dari sebelumnya.

Ternyata adalah Pineare yang menyadari kehadiran Captain terlebih dahulu ketika Captain masih termenung memandangi White sehingga ia langsung menyapanya…

“Captainnnn!!!” seru Pineare sambil berlari kecil menuju Captain dan langsung memeluknya.

“halo, Pine… Apa kabar? Selamat atas pernikahannya ya…” kata Captain sambil memeluk Pineare.

“kabar baik… Makasih Capt…” jawab Pineare manja lalu melepaskan pelukannya pada Captain, keduanya saling berpandangan sambil tersenyum.

“halo Capt…” sapa White begitu melihat Captain, lalu mengulurkan tangannya. Baru mendengar suaranya saja entah mengapa jantung Captain terasa berdebar menjadi lebih cepat.

“hai…” jawab Captain singkat sambil menjabat tangan White, dengan cepat White langsung menarik tubuh Captain ke dalam pelukannya, membuat Captain menjadi semakin tak bisa berkata-kata.

“aku kangen banget sama kamu Capt…” bisik White di dekat telinga Captain.

Tubuh White terasa hangat dan aroma tubuhnya begitu harum, membuat Captain rasanya ingin waktu berhenti saat itu sehingga ia dan merasakan kenyamanan ini selamanya.

Tetapi sesaat kemudian Captain tersadar dari lamunannya, dengan mendorong agak pelan, Captain berusaha melepaskan diri dari pelukan White yang hampir membuat pertahanan dirinya runtuh.

“ja… jadi… huff… kalian mau kemana hari ini?” tanya Captain berusaha mengendalikan nafasnya yang mendadak menjadi tidak teratur setelah dipeluk oleh White.

“terserah kamu aja Capt… Kami ikut kamu hari ini” kata White yang tak lepas memandang Captain.

“Ha? Terserah gue?” tanya Captain dan dijawab Pineare dengan anggukan.

“hmmm… ok, jalan jauh nggak apa-apa kan?” tanya Captain.

“nggak masalah…!” seru Pineare sambil tersenyum.

“sip, kalau begitu kita sekarang keliling-keliling sini dulu habis itu kita ke Takeshita Dori di Harajuku ya… Siapa tahu kalian mau belanja-belanja sesuatu” kata Captain.

“siap…” jawab Pineare.

“yuk…” jawab Captain yang kemudian memasukkan tangannya ke dalam mantelnya dan mulai berjalan.

Pineare menyusul mengikuti Captain dengan mengalungkan tangannya ditangan Captain.

“jangan cepet-cepet jalannya, biar kita bisa ngobrol-ngobrol…” kata Pineare sambil mendekatkan pipinya ke pundak Captain.

“ohhh… oke” jawab Captain.

 

Hari itu mereka bertiga kemudian mulai berjalan-jalan keliling Shibuya. Dengan sabar, Captain menjelaskan satu persatu tempat-tempat yang mereka lewati, menunggu saat White sibuk memotret Pineare dan bahkan menjadi juru foto saat White dan Pineare foto bersama. Captain cukup bersyukur karena tidak banyak diajak ikut foto bersama dengan mereka karena saat ini mood Captain sedang tidak terlalu bagus dan akan sangat sulit baginya untuk memaksakan senyum di saat seperti ini. Lelah berkeliling hari itu, tanpa terasa hari sudah semakin gelap, saatnya Captain untuk undur diri.

“gue balik ya… sampai jumpa lagi…” kata Captain.

“eh, kok udah sampai jumpa aja sih?” kata Pineare.

“loh? Memangnya kalian mau gue temenin sampe kapan?” tanya Captain, bingung.

“selama kami di sini dong… 7 hari! Harus nemenin terus! Iya kan?” kata Pineare sambil memandang White.

“waduh… Nggak bisa Pine… Di sini kan aku ada kesibukan juga…” kata Captain.

“part time gue gimana coba ini kalo nemenin mereka terus…? Mau makan apa kalo nggak kerja? Huhuhu…” kata Captain dalam hati.

“kesibukan apa Capt?” tanya White.

“uhmmm… kuliah dong, apa lagi?” kata Captain berusaha berbohong.

“ok, kalo gitu, sekarang kami ikut kamu pulang ya… Pengen liat tempat tinggal kamu deh…” kata Pineare.

“apartemen gue jauh di Ikebukuro, kalo kalian ikut gue nanti bisa ketinggalan kereta buat balik ke sini lagi…” kata Captain berusaha melarang.

“emangnya nggak ada alternatif transportasi lain lagi gitu selain kereta?” tanya Pineare.

“bisa naik taksi, tapi mahal banget…” jawab Captain.

“nggak masalah…” jawab White yang membuat Captain tak bisa membantah lagi.

“huff… oke, ayo deh kalo pengen tau banget…” kata Captain akhirnya.

“asyiiikk…!!” seru Pineare.

 

Setengah jam berlalu, akhirnya mereka sampai di apartemen Captain…

“woy, Capt… Akhirnya balik juga! Gue bawa makanan…” sapa Gun begitu melihat Captain masuk ke dalam.

“stttt…” kata Captain yang langsung memotong perkataan Gun.

“huh? Kenapa? Eh, ada orang lain… Halo…” kata Gun sambil terkekeh sendiri.

“itu… siapa?” tanya Pineare dengan wajah melongo kaget karena Captain sama sekali tidak pernah bercerita pada Pineare bahwa ia tinggal bersama dengan Gun di apartemennya itu.

“Gun… sini…” kata Captain yang kemudian membuat Gun Smile mendekat.

“Pineare… White… kenalin, ini Gun… temen kuliahku. Gun… ini White & Pineare, temen-temen kuliahku waktu masih di Bangkok” kata Captain.

“aahhh… gue pernah liat kalian…!!!” kata Gun yang langsung membuat Captain kaget, karena tahu persis mulut temannya satu ini nggak akan bisa terkontrol kalau dibiarkan.

“dimana? Dimana?” tanya Pineare antusias sambil kemudian duduk di sebuah sofa yang ada di dekatnya.

“Captain pernah cerita soal kalian… Pernah kasih liat foto kalian juga. Pengantin baru ya? Selamat yaaaa…!!” kata Gun tak berhenti.

“lo cerita apaan aja Capt?” tanya Pineare penasaran sementara White hanya diam mengamati Gun, memandang dingin terkesan sinis.

“errrr… nggak banyak kok… Cuma kasih tau nama sama foto kalian aja…” jawab Captain kebingungan takut ketahuan bahwa Captain sudah bercerita banyak hal tentang mereka semua pada Gun.

“kalian tinggal berdua di sini?” tanya Pineare sambil memandang curiga ke arah Gun.

“iya, sementara doang kok. Gue lagi butuh bantuan Captain buat nyelesain tesis gue” kata Gun.

“oh iya, White… Jangan khawatir ya, gue bukan pacarnya Captain kok… Gue udah punya pacar, cewek Jepang, seksi!” kata Gun lagi sambil menaruh kedua tangannya di dada membentuk gerakan tertentu seperti gundukan, entah maksudnya apa.

White terkekeh.

“lo kenapa sih? Mabok ya…? Sana!” kata Captain yang langsung menoyor kepala Gun dan menyuruhnya pergi ke kamarnya.

“ok, senang berkenalan dengan kalian ya… Kalo laper, di meja ada banyak makanan, silahkan diambil kalo mau. Gue ke kamar dulu…” kata Gun sambil melambaikan tangan kemudian berjalan ke kamarnya.

 

White dan Pineare terlihat mengamati setiap sudut apartemen Captain…

“Capt… Aku mau numpang ke toilet dong… ada dimana ya?” kata Pineare.

“oh, di situ…” kata Captain sambil menunjuk ke pintu hijau yang terletak di dekat pintu masuk.

“ok…” jawab Pineare yang bergegas ke arah pintu tersebut, meninggalkan Captain dan White berdua duduk di sofa.

 

“temen kamu unik ya…” kata White memulai pembicaraan.

“siapa? Gun?” tanya Captain, White menjawab dengan anggukan.

“unik cenderung bego sih… makanya kuliah nggak lulus-lulus tuh…” kata Captain dengan nada jengkel yang tanpa sadar membuka kebohongannya sendiri.

“jadi, kalau kamu… sebenernya udah lulus ya?” tanya White.

“eh?” kata Captain kaget.

“itu, ada piagam penghargaan lulusan terbaik dari Tokyo daigaku. Punya kamu kan?” kata White sembari menunjuk ke dinding.

“gawaaatttt… Ketahuan kalo udah lulus, gawaaaatttt!!! Piagamnya lupa dicopot karena nggak nyangka mereka datang ke sini…” kata Captain dalam hati sambil menutupi wajahnya.